Mulai dari avtur palsu (digabung air), baso palsu (berformalin, berdaging tikus), beras palsu (gunakan pemutih), daging ayam palsu (tiren), daging sapi palsu (glonggongan, dipendam darah, berformalin, dioplos dengan daging celeng), gorengan krispi palsu (sedotan, wadah plastik turut dilelehkan dalam minyak goreng panas), semangka manis palsu (disuntik pemanis buatan).
Susu murni palsu (dioplos santan dan air kaporit), telur asin palsu (dicat dan disuntik air garam), terasi palsu (campur nasi aking atau dedak), ikan palsu (berformalin), jamu tradisionil palsu (campur obat keras tipe G pemicu tidak berhasil jantung/ginjal/hati), permen coklat palsu (diisi narkoba), susu Formulasi 'palsu' (memiliki kandungan bakteri enterobacteri sakazaki). Dan, ada banyak palsu-palsu yang yang lain benar-benar memberikan dukungan predikat tidak terpuji.
Bahkan juga informasi terkini yang disiarkan salah satunya stasiun tv swasta mengenai terulangnya praktik manipulasi pada minyak goreng yang dioplos dengan oli sisa kendaraan motor. Walau sebenarnya kejadian yang serupa sempat pernah ramai pada bulan Januari kemarin. Pertanyaannya mengapa hal sama jadi ramai kembali saat ini?
Apa Balai POM dan pihak Kepolisian telah habis menginvestigasi aktornya. Rasanya tiap detik hidup kita terkepung dalam bahaya tersembunyi. Customer selalu terbeban kegelisahan dan kecemasan akan produk yang bakal dibeli.
Apa lagi di saat semacam ini seluruh bahan keperluan primer telah merayap naik. Karena itu misalkan makan buah simalakama. Ingin hemat dengan beli minyak goreng curahan yang per kilo 8-9 beberapa ribu tetapi dengan resiko terjerat minyak goreng oplosan. Atau beli minyak yang bermerek yang notabene lebih sehat yang telah ada di range Rp 12.000/liter sedang keperluan lain ikut menekan.
Akhirnya kembali lagi customer tidak ada opsi dan masih beli minyak goreng curahan karena harga yang dapat dijangkau. Walau sebenarnya seringkali minyak goreng itu kecuali dimakan sendiri dipakai sebagai modal usaha untuk pedagang makanan gorengan, beberapa warung pinggir jalan, dan penjual bermacam makanan di beberapa pasar, stasiun kereta api, terminal bis, dan sarana umum lainnya.
Berikut info yang didapatkan langsung dari lapangan dan pelaku aktor manipulasi yang dapat kita baca sebagai pengetahuan supaya kita lebih siaga dan tidak terjerat sebagai korban pemalsuan minyak goreng kembali.
Pelaku kumpulkan minyak jelantah (minyak sisa menggoreng) dari beberapa penjual makanan gorengan pada harga Rp 1000 - 2000/kg. Oli sisa kendaraan motor didapatkan dari bengkel mobil dan sepeda motor dengan gratis.
Jelantah dan oli sisa dipanaskan di lokasi yang berlainan sampai terpisah di antara pengendapan dan cairan beningnya selanjutnya masing-masing disaring. Minyak jelantah yang telah terpisah disaring dan ditambah tepung terigu dan mentega dengan ukuran suka-suka dan ditujukan agar warna dan penampilannya dekati minyak goreng murni.
Terakhir oli sisa yang juga disaring ditambah ke minyak goreng barusan bermaksud menambahkan jumlah volume hingga makin banyak hasil yang didapat. Bahkan juga, tidak main-main aktor menambah zat kimia seperti Hidrogen beroksida.
Dan, semuanya memerlukan modal cuman Rp 6000/liternya dan mereka jual kembali ke penjual di pasar dekati harga umumnya Rp 10.000 s/d 11.000/liter. Dan dipasarkan dalam paket plastik 1 kiloan atau per jerigen.
Dapat dipikirkan berapakah keuntungan yang dapat mereka bisa dengan pemasaran minyak racikan beresiko ini. Seumpama (50 kilo/hari x Rp 4000) 30 hari = Rp 6000.000/bulan. Dapat dipikirkan berapakah ratus orang yang bakal dirugikan dan terancam penyakit membahayakan. Kanker, ginjal, hati dengan 50 kilo minyak goreng beresiko itu.
Bapak Mohamad Bachir sebagai kepala Associate Laboratories mengatakan jika hasil tes lab pada minyak goreng oplosan memiliki kandungan senyawa beresiko (baca: toksin) semakin tinggi dibandingkan minyak jelantah biasa. Kandungan Senyawa itu memacu sel kanker jadi garang.
Membedakan minyak goreng baik dan minyak goreng oplosan di pasar memang tidak gampang. Tetapi, masih kita dapat membandingkannya jika kita ingin cermat. Berikut panduan gampang untuk mengenalnya: Bau tengik, warna lebih gelap dari minyak goreng asli, ada pengendapan didasar minyak (berawal dari tepung terigu), muncul buih dan berasap saat dipanaskan.
Berbekal pengetahuan di atas mudah-mudahan customer dapat semakin cermat pada beberapa produk palsu yang bikin rugi dan berbahaya untuk kesehatan keluarga dan saudara-saudara kita.
Dan seharusnya Pemerintahan selekasnya mengendalikan tata niaga mengenai pengerjaan dan ijin beredar minyak goreng karena hingga saat ini minyak goreng masih terhitung niaga bebas dan pemantauannya memanglah tidak ketat.
Sedang untuk beberapa produk palsu lain cepatlah pemerintahan melakukan tindakan tegas dan tidak setengah-setengah karena korbannya anak negeri sendiri. Semua lembaga berkaitan sebaiknya bergerak cepat dan tidak boleh menanti sampai terulang lagi kasus sama. Dan warga berperanan aktif memberi info jika diketemukan pemalsuan di sektor mana pun.